Rabu, 24 Juni 2009

linguistik sebagai ilmu impiris dalam perspektif fisafat ilmu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bahasa adalah alat kominikasi yang digunakan manusia sebagai pengantar pesan dan maksud dari seseorang ke orang lain. Dalam kontek ilmiah, bahasa tidak saja bisa dipandang sebagai sarana komunikasi individu atau kelompok untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, pendapat, harapan, kegelisahan, cinta, kebencian, opini, dan sebagainya kepada individu atau kelompok lain, tetapi juga dapat dipandang sebagai suatu ilmu yang digunakan untuk mengetahui seluk beluk bahasa itu sendiri.

Secara populer orang sering menyatakan bahwa ilmu bahasa adalah Linguistik. Kata ”linguistik” sendiri berasal dari bahasa Latin lingua (bahasa). Dalam bahasa-bahasa Roman (bahasa yang berasal dari bahasa Latin) masih ada kata-kata serupa dengan lingua itu, yaitu langue dan langage dalam bahasa Perancis, dan lingua dalam bahasa Itali. Linguistik merupakan salah satu cabang ilmu yang termasuk dalam kelompok ilmu-ilmu humaniora atau ilmu pengetahuan budaya. Cabang ilmu ini mempelajari seluk-beluk bahasa.

Dalam sejarahnya, perkembangan linguistik tidak bisa dipisahkan dengan nama Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) yang dipandang sebagai Bapak linguistik modern. Ketenaran Saussure di kalangan para linguis bukan saja karena jasa-jasa pada aspek-aspek terinci mengenai bahasa tetapi juga pada peletakan dasar-dasar filosofis ilmu linguistik khususnya yang berkaitan dengan binary opposition (seperti dalam konsep langue versus parole, sinkronis versus diakronis, hubungan sintagmatig versus paradigmatik, dan signifie dan signifiant).

Ilmu-ilmu seperti spikologi, sosiologi, antropologi, dan lain sebagainya, sering disebut ilmu empiris. Artinya, ilmu-ilmu tersebut berdasarkan fakta dan data yang dapat diuji oleh ahli tertentu dan juga oleh semua ahli lainnya. Demkian pula dengan ilmu linguistik.

Bayangkan seorang ahli linguistik yang meneliti urutan kata. Ia menemukan bahwa dalam bahasa Jepang verba (kata kerja) terdapat pada akhir kalimat. Hal yang sama ia temukan dalam bahasa Turki, dan dalam berbgai bahasa irian Jaya, maka ahli itu menyimpulkan bahwa semua bahasa di dunia mempunyai urutan kata sedemikian rupa sehingga kalimat tersebut berakhir dengan verba. Dasarnya tentu saja empiris : urutan kata itulah diteukannya dalam banyak bahasa.

Dalam ilmu empiris peneliti menjauhkan diri dari “keyakinan” yang berdasarkan fakta. Tidaklah cukup jika ahli linguistik merasa bahwa misalnya dalam suatu bangsa di Irian adalah primitif karena konsep primitif tidak ada dasar empirisnya. Ataupun tidaklah cukup jika ahli linguistik merasa yakin bahwa setiap bahasa di dunia mestinya memiliki ajektiva (kata sifat), karena hal seperti itudapat didasarkan hanya atas dasar empiris saja (sebernarnya, ada sejumlah bahasa di dunia yang memang tidak memiliki ajektiva).

Linguistik itu salah satu ilmu, maka hal tersebut tidak akan lepas dari fisafat ilmu. A. Cornelius Benjamin memandang filsafat ilmu sebagai cabang pengetahuan filsafati yang merupakan telaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan praanggapan-praanggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual. Selanjutnya Benjamin membagi pokok soal filsafat ilmu dalam tiga bidang: (1) telaah mengenai metode ilmu, lambang ilmiah, dan struktur logis dari sistem perlambangan ilmiah, (2) penjelasan mengenai konsep dasar, praanggapan, dan pangkal pendirian ilmu, berikut landasan-landasan empiris, rasional, atau pragmatis yang menjadi tempat tumpuannya, dan (3) aneka telaah mengenai saling keterkaitan di antara berbagai ilmu dan implikasinya bagi suatu teori alam semesta.

Berdasarkan uraian di atas, tulisan ini mencoba melihat kemungkinan linguistik sebagai ilmu dengan berargumentasi dari persepktif filsafat ilmu dan memakai prasyarat keilmuan (aspek ontologis, epistimogolis, dan aksiologis) sebagai tolok ukur kemandirian linguistik sebagai ilmu.

B. Permasalahan

Dari paparan di atas dapat diidentifikasikan beberapa hal yakni :

1. Linguistik adalah ilmu bahasa

2. Linguistik sebagai ilmu empiris meiliki fakta dan data yang dapat diuji kebenarannya

3. Linguistik sebagai ilmu tidak lepas dari filsafat ilmu

Setelah melihat masalah di atas, rumusan permasalahannya adalah “bagaimana linguistik dalam perspektif fisafat ilmu dalam aspek ontology, epistimologi, dan aksiologi?”.

C. Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1. Mengetahui korelasi antara linguistik dan filsafat ilmu

2. Mengetahui linguistik dalam perspektif filsafat ilmu.

3. Mengetahui manfaat linguistik itu sendiri


BAB II

PEMBAHASAN

Pada dasarnya disiplin ilmu linguistik telah mengalami tiga tahap perkembangan. Tahap pertama adalah tahap spekulasi artinya kesimpulan itu dibuat tanpa didukung oleh bukti-bukti empiris dan dilaksanakan tanpa menggunakan prosedur-prosedur tertentu.

Tahap kedua adalah observasi dan klasifikasi. Pada tahap ini para ahli bidang bahasa baru mengumpulkan dan menggolongkan segala fakta bahasa dengan teliti tanpa memberi teori atau kesimpulan apapun.

Tahap ketiga adalah perumusan teori. Pada tahap ini setiap disiplin ilmu berusaha memahami masalah-masalah dasar dan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai masalah itu berdasarkan data empiris yang dikumpulkan. Kemudian dikumpulkan hipotesis yang berusaha menjawab pertanyaan itu dan menyusun tes untuk menguji hipotesis terhadap fakta-fakta yang ada.

Disiplin linguistik dewasa ini sudah mengalami ketiga tahap diatas. Artinya disiplin linguistik saat ini sudah bisa dikatakan merupakan kegiatan ilmiah. Linguistik mendekati bahasa sebagai bahasa. Pendekatan ini sejalan dengan ciri-ciri bahasa sebagai berikut :

Pertama, karena bahasa adalah bunyi ujaran, maka linguistik melihat bahasa sebagai bunyi.

Kedua, karena bahasa itu bersifat unik, maka linguistik tidak berusaha menggunakan kerangka suatu bahasa untuk dikenakan pada bahasa lain.

Ketiga, karena bahasa adalah suatu sistem, maka linguistik mendekati bahasa bukan sebagai unsur terlepas, melainkan sebagai kumpulan unsur yang satu dengan yang lainnya mempunyai jaringan hubungan.

Keempat, karena sifat empirisnya, maka linguistik mendekati bahasa secara deskriptif bukan perskriptif.

Dalam filsafat ilmu, ilmu dibangun di atas suatu struktur yang memiliki tiga aspek (1) ontologis yang merupakan jawaban terhadap apa yang menjadi objek sebenarnya (proper object) dari ilmu tersebut, (2) epistemologis yang mengacu pada metode atau cara bagaimana objek tersebut dikaji untuk mendapat pengetahuan, dan (3) aksiologis yang berhubungan dengan kebermaknaan pengetahuan tersebut bagi kehidupan manusia. Secara kuantitatif ilmu terus berkembang dan yang menjadi pertanyaan mendasar adalah apa yang menentukan macam ilmu tersebut dan apa yang membedakan suatu ilmu dengan yang lainnya.

1. Aspek Ontologi Linguistik

Ontologi adalah cabang filsafat yang membicarakan tentang yang ada. Dalam kaitan dengan ilmu, landasan ontologis mempertanyakan tentang objek yang ditelaah oleh ilmu. Secara ontologis ilmu membatasi lingkup penelaahan keilmuannya hanya pada daerah yang berada dalam jangkauan pengalaman manusia.

Setiap ilmu harus mempunyai objek sebenarnya (proper object) yang berwujud objek material dan objek formal. Objek material adalah fenomena yang ditelaah oleh ilmu sedangkan objek formal adalah pusat perhatian dalam penelahaan terhadap fenomena. Tidak bisa disangsikan lagi bahwa ilmu bisa memiliki objek material yang sama tetapi perbedaan sudut pandang terhadap objek material yang sama akan menghasilkan macam ilmu yang berbeda. Dalam hal ini Linguistik dikatakan memiliki objek material yakni bahasa.

Bahasa yang dibahasa dalam linguistic adalah bahasa secara umum. Artinya, linguistik tidak menyelidiki salah satu bahasa saja seperti bahasa Perancis atau bahasa Indonesia, tapi linguistic menyangkut bahasa pada umumnya.

2. Aspek Epistimologi Linguistik

Epistimologis adalah cabang filsafat yang membahas tentang asal mula, sumber, metode, struktur dan validitas atau kebenaran pengetahuan. Dalam kaitannya dengan ilmu, landasan epistemologi mempertanyakan proses yang memungkinkan dipelajarinya pengetahuan yang berupa ilmu.

Ilmu linguistik sendiri sering disebut linguistik umum, artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja tetapi juga menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya.

Sedangkan linguistik teoretis memuat teori linguistik, yang mencakup sejumlah subbidang, seperti ilmu tentang struktur bahasa (grammar atau tata bahasa) dan makna (semantik). Ilmu tentang tata bahasa meliputi morfologi (pembentukan dan perubahan kata) dan sintaksis (aturan yang menentukan bagaimana kata-kata digabungkan ke dalam frasa atau kalimat). Selain itu dalam bagian ini juga ada fonologi atau ilmu tentang sistem bunyi dan satuan bunyi yang abstrak, dan fonetik, yang berhubungan dengan properti aktual seperti bunyi bahasa atau speech sound (phone) dan bunyi non-speech sound, dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut dihasilkan dan didengar.

Setiap ilmu pengetahuan biasanya terbagi atas beberapa bidang bawahan. Dalam linguistik misalnya, ada linguistik antropologis atau cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan ahli antropologi budaya, ada sosiolinguistik untuk meneliti bagaimana dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan penutur tertentu. Tetapi bidang-bidang bawahan tersebut mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasari.

Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi; struktur kata atau morfologi; struktur antarkata dalam kalimat atau sintaksis; masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik; hal-hal yang menyangkut siasat komunikasi antarorang dalam parole atau pemakaian bahasa, dan menyangkut juga hubungan tuturan bahasa dengan apa yang dibicarakan, atau disebut pragmatik.

3. Aspek Aksiologi Linguistik

Aspek aksiologis suatu ilmu pengetahuan bersifat pragmatis berhubungan dengan nilai dan manfaat bagi kemanusiaan. Dengan meminjam istilah ilmu ekonomi, sebagai suatu produk (identik dengan komoditi) hasil sebuah aktivitas atau proses ilmiah setiap ilmu pengetahuan pasti memiliki nilai guna (utility) dan kebergunaan (usefulness). Misalnya kapal selam adalah suatu produk iptek. Sebagai kapal selam, dia memiliki nilai guna (utility) tersendiri tetapi kebergunaannya (usefulness) hampir tidak ada bagi suatu negara yang tidak memiliki laut (seperti Swiss). Ilustrasi ini juga bisa diproyeksikan kepada Linguistik.

Sebagai ilmu, nilai guna yang dimiliki disiplin ini tercermin dalam tujuan dibangunnya ilmu itu sendiri yakni untuk mencapai kebenaran, memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan, ataupun melakukan penerapan. Untuk kepentingan pengembangan linguistik itu sendir,i Linguistik telah memberikan kontribusi berupa alternatif model kajian kebahasaan. Linguistik memberikan pemahaman tentang hakekat bahasa dan menunjukkan kemungkinan keterkaitan penerapan berbagai pendekatan yang berbeda terhadap data-data kebahasaan.

Kebergunaan Linguistik ditunjukkan oleh kemungkinan yang diberikan oleh disiplin ilmu ini untuk memahami komunikasi antar kelompok masysrakat yang mampu memperluas wawasan kita terhadap bahasa orang lain yang pada gilirannya nanti mampu memperkokoh kecintaan terhadap bahasa sendiri.

Roman Jacobson, salah satu ahli linguistik yang meneliti secara serius pembelajaran dan fungsi bahasa, memberi penekanan pada dua aspek dasar struktur bahasa yang diwakili oleh gambaran metafor retoris (kesamaan) dan metonimia (kesinambungan). Bagi Jacobson, bahasa memiliki enam macam fungsi, yaitu:

a. Fungsi referensial sebagai pengacu pesan;

b. Fungsi emotif, sebagai pengungkap keadaan pembicara;

c. Fungsi konatif sebagai pengungkap keinginan pembicara yang langsung atau segera dilakukan atau dipikirkan oleh sang penyimak,

d. Fungsi metalinguistik sebagai penerang terhadap sandi atau kode yang digunakan,

e. Fungsi fatis sebagai pembuka, pembentuk, pemelihara hubungan atau kontak antara pembicara dengan penyimak; dan

f. Fungsi puitis sebagai penyandi pesan11.

4. Manfaat Linguistik

Sebenarnya setiap ilmu, berapapun teoritisnya, tentu mempunyai manfaat praktis bagi kehidupan manusia. Begitu juga dengan linguistik.

Bagi linguis sendiri pengetahuan yang luas mengenai linguistik tentu akan sangat membantu dalam menyelesaikan dan melaksanakan tugasnya. Bagi peneliti, kritikus, dan peminat sastra linguistik akan membantunya dalam memahami karya-karya sastra dengan lebih baik,

Bagi guru, terutama guru bahasa, pengetahuan linguistik sangat penting, mulai dari subdisiplin fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, sampai dengan pengetahuan mengenai hubungan bahasa dengan kemasyarakatan dan kebudayaan. Sebetulnya, bukan hanya guru bahasa yang harus mempunyai pengetahuan linguistik, guru bidang studi lain pun harus juga memiliki pengetahuan itu seperlunya.

Bagi penyusun kamus atau leksikografer menguasai semua aspek linguistik mutlak diperlukan, sebab semua pengetahuan linguistik akan memberi manfaat dalam menyelesaikan tugasnya.

Pengetahuan linguistik juga memberi manfaat bagi penyusun buku pelajaran atau buku teks.

Manfaat linguistik bagi para negarawan: Pertama, sebagai negarawan atau politikus yang harus memperjuangkan ideologi dan konsep-konsep kenegaraan atau pemerintahan, secara lisan dia harus menguasai bahasa dengan baik. Kedua, kalau politikus atau negarawan itu menguasai masalah linguistik dan sosiolinguistik.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian dan ilustrasi terdahulu secara singkat dapat disimpulkan bahwa Linguistik memenuhi syarat sebagai ilmu empiris karena disiplin ini bisa dibangun di atas landasan ontologis, epistimologis dan aksiologis yang jelas berbeda dari bidang kajian kebahasaan lain seperti mikrolinguistik, sosiolinguistik. Linguistik merupakan disiplin ilmu interpretative yang mengupas bahasa untuk menemukan pemahaman tentang bahasa itu sendiri. Walaupun pendekatan ilmu pengetahuan ini bersifat eklektik tapi tetap mempertahankan kekhasannya dalam pemilihan data kebahasaan sebagai objek studi (yakni parole) dengan ancangan yang bersifat ideografis dan kecenderungan penerapan metodologi kulatitatf pendekatan fenomenologis.

B. Saran

Ilmu bahasa terus berkembang dan semakin memainkan peran penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan semakin majunya program pascasarjana bidang linguistik di berbagai universitas terkemuka.

Kita nantinya yang akan menjadi salah satu guru bahasa hendaknya mengetahui linguistic itu senidiri. Sepaya dalam kegiatan belajar mengajar guru dapat menguasai kelass dengan baik. Linguistikmembekaliguru dengan kemampuan untukmenganalisis aspek-aspek bahasa (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik) yang berguna dalam mengantisipasi berbagai kemungkinan hambatan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul.1993.Linguistik Umum.Jakarta: Rineka Cipta

Rachman, Maman. dkk. 2006. Fisafat Ilmu. Semarang: UPT MKU Unnes Press

Soeparno.2003.Dasar-dasar Linguistik.Yogyakarta: Mitra Gama Widya

Suriasumantri, Jujun S. 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan

http://en.wikipedia.org/wiki/Linguistics.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar